Judul Buku :
Monumen
Pengarang : Nh. Dini
Judul Cerpen : Beduk
Terbitan : 2002
Jumlah
Halaman : 10
SINOPSIS
CERPEN
Cerpen Beduk, menceritakan tentang kekecewaan dan ketidak relaan seorang Syahdi
yang sering disapa oleh masyarakat desa sebagai Pak Lurah, tentang hilangnya
beduk peninggalan dari zaman para wali yang diakbitkan terpilihnya Lurah baru
yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan kekayaan.
Awalmulanya akhir-akhir itu Syahdi yang sering dipanggil Pak Lurah oleh
masyarakat desa semakin merenungkan zaman-zaman yang telah dilewati, tidak
banyak yang disesalinya. Jika Pak Lurah termenung dan Indun melihatnya, wanita
itu tahu mengundurkan diri. Dengan penuh rasa terimakasih, Pak Lurah menyadari
bahwa pengertian itu tidak dimiliki oleh semua istri. Indun tidak merengek atau
mendesak. Melalui sikap atau satu dua kalimat, istri itu memperlihatkan bahwa
dia tahu suaminya sedang berusaha mengurai jeratan masalah. Indun merupakan
istri Syahdi yang ia sukai sewaktu Indun dan kakaknya dicalonkan sebagai
instrinya ketika ia dicalonkan sebagai Pak Lurah.
Di depan rumah Pak Lurah, masjid kampung menempati tengah-tengah empat
lorong yang berjuluran menghubungkan empat penjuru desa. Ketika Syahdi masi
anak-anak dia sudah melihat masjid berdiri gagah di situ. Sesuai dengan
keterbukaannya, selain tempat berjamaah orang sekampung, dia juga menerima musafir
yang memerlukan tempat sesudut buat bermalam. Dan beduknya, sungguhlah hebat.
Kulit yang terentang tempat menerima pukulan sudah dua kali dibalik sebelah
luar. Tetapi itu tidak mengurangi kewibawaan yang terpancar dari kenyaringan
suaranya. Di masa mudah, Pak Lurah menyaksikan suatu kali perbaikan gendang
tersebut. Perbaikan dilakukan di serambi dan halaman masjid. Selain beduk
besar, masjid juga mempunyai beduk lain berbetuk ramping. Panjangnya satudepa,
beduk itu digantung berdiri disamping beduk besar.
Ketika tiba zaman pendudukan jepang, beduk besar hampir dipaksa
meninggalkan rumahnya. Itu dilaksanakan atas nama pejabat militer yang
berkuasa. Pertama kali ketika beduk sudah ditaruh di atas gerobak, roda alat pengangkut
itu mendadak menggelinding lepas. Beduk dikembalikan naik ke gantungannya.
Ketika kalinya, pejabat militer itu sendiri yang masuk kampung untuk menaikan
kedalam truk tibah-tibah tali rantas dan beduk meluncur berlumuran debu
kampung. Pekan itu juga Pak Lurah mendengar kabar bahwa pejabat militer yang
sama dipindahkan ke kota lain. Cukup lama Pak Lurah berbangga bisa meneruskan
tradisi mengumandangkan gelagar suara benda itu keseluruh kampung. Tetapi tidak
semua orang menyukai tradisi. Lebih-lebih jika mendadak ada lurah lain karena
zaman berganti nama Orde Baru.
Syahdi tidak terpilih menjadi lurah. Ia meneruskan tetap tinggal di tempat
lain dan ia diterjunkan dari pemerintah daerah, tibah-tibah menjadi lurah
disana. Meskipun warga kampung tetap memaggil Syahdi Pak Lurah, dia sudah
tersepak dari pengaturan kampung yang dia cintai. Dan pukulan beduk yang
meinggalakan dengung khusyuk namun akrab pun menghilang. Pada suatu hari, beduk
besar diturunkan menghilang entah ke mana. Kemudian tersebar berita bahwa lurah
yang baru membikin rumah baru. Bahwa dia membeli kendaraan buat dirinya sendiri
dan empat anaknya yang sudah besar. Semua dibayar lunas.
Indun menegur Pak Lurah, bahwa Pak Lurah masi memikirkan hal itu lagi,
dan Indun pun berkata bahwa semua yang terjadi direlahkan saja dan Indun pun
berkata bahwa lurah baru nantinya pati kualat. Pak Lurah tersenyum membalas
pandang istrinya. Dia tidak menyesal memilih Indun yang berani menatap matanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar