Jumat, 25 Mei 2012

Sinopsis Cerpen

Judul  Buku               : Monumen
Pengarang                  : Nh. Dini
Judul Cerpen             : Beduk
Terbitan                     : 2002
Jumlah Halaman       : 10

SINOPSIS CERPEN
Cerpen Beduk, menceritakan tentang kekecewaan dan ketidak relaan seorang Syahdi yang sering disapa oleh masyarakat desa sebagai Pak Lurah, tentang hilangnya beduk peninggalan dari zaman para wali yang diakbitkan terpilihnya Lurah baru yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan kekayaan.
Awalmulanya akhir-akhir itu Syahdi yang sering dipanggil Pak Lurah oleh masyarakat desa semakin merenungkan zaman-zaman yang telah dilewati, tidak banyak yang disesalinya. Jika Pak Lurah termenung dan Indun melihatnya, wanita itu tahu mengundurkan diri. Dengan penuh rasa terimakasih, Pak Lurah menyadari bahwa pengertian itu tidak dimiliki oleh semua istri. Indun tidak merengek atau mendesak. Melalui sikap atau satu dua kalimat, istri itu memperlihatkan bahwa dia tahu suaminya sedang berusaha mengurai jeratan masalah. Indun merupakan istri Syahdi yang ia sukai sewaktu Indun dan kakaknya dicalonkan sebagai instrinya ketika ia dicalonkan sebagai Pak Lurah.
Di depan rumah Pak Lurah, masjid kampung menempati tengah-tengah empat lorong yang berjuluran menghubungkan empat penjuru desa. Ketika Syahdi masi anak-anak dia sudah melihat masjid berdiri gagah di situ. Sesuai dengan keterbukaannya, selain tempat berjamaah orang sekampung, dia juga menerima musafir yang memerlukan tempat sesudut buat bermalam. Dan beduknya, sungguhlah hebat. Kulit yang terentang tempat menerima pukulan sudah dua kali dibalik sebelah luar. Tetapi itu tidak mengurangi kewibawaan yang terpancar dari kenyaringan suaranya. Di masa mudah, Pak Lurah menyaksikan suatu kali perbaikan gendang tersebut. Perbaikan dilakukan di serambi dan halaman masjid. Selain beduk besar, masjid juga mempunyai beduk lain berbetuk ramping. Panjangnya satudepa, beduk itu digantung berdiri disamping beduk besar.
Ketika tiba zaman pendudukan jepang, beduk besar hampir dipaksa meninggalkan rumahnya. Itu dilaksanakan atas nama pejabat militer yang berkuasa. Pertama kali ketika beduk sudah ditaruh di atas gerobak, roda alat pengangkut itu mendadak menggelinding lepas. Beduk dikembalikan naik ke gantungannya. Ketika kalinya, pejabat militer itu sendiri yang masuk kampung untuk menaikan kedalam truk tibah-tibah tali rantas dan beduk meluncur berlumuran debu kampung. Pekan itu juga Pak Lurah mendengar kabar bahwa pejabat militer yang sama dipindahkan ke kota lain. Cukup lama Pak Lurah berbangga bisa meneruskan tradisi mengumandangkan gelagar suara benda itu keseluruh kampung. Tetapi tidak semua orang menyukai tradisi. Lebih-lebih jika mendadak ada lurah lain karena zaman berganti nama Orde Baru.
Syahdi tidak terpilih menjadi lurah. Ia meneruskan tetap tinggal di tempat lain dan ia diterjunkan dari pemerintah daerah, tibah-tibah menjadi lurah disana. Meskipun warga kampung tetap memaggil Syahdi Pak Lurah, dia sudah tersepak dari pengaturan kampung yang dia cintai. Dan pukulan beduk yang meinggalakan dengung khusyuk namun akrab pun menghilang. Pada suatu hari, beduk besar diturunkan menghilang entah ke mana. Kemudian tersebar berita bahwa lurah yang baru membikin rumah baru. Bahwa dia membeli kendaraan buat dirinya sendiri dan empat anaknya yang sudah besar. Semua dibayar lunas.
Indun menegur Pak Lurah, bahwa Pak Lurah masi memikirkan hal itu lagi, dan Indun pun berkata bahwa semua yang terjadi direlahkan saja dan Indun pun berkata bahwa lurah baru nantinya pati kualat. Pak Lurah tersenyum membalas pandang istrinya. Dia tidak menyesal memilih Indun yang berani menatap matanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar