Judul
Buku : Dua Dunia
Pengarang : Nh. Dini
Judul Cerpen :
Jatayu
Terbitan : 2002
Jumlah
Halaman : 114
Cetakan : 3
SINOPSIS
CERPEN
Cerpen Jatayu, menceritakan tentang kehidupan seorang Prita yang mempunyai
penyakit yang menggerogoti tubuhnya tapi mempunyai keinginan bisa terbang
terbang seperti elang.
Pada mulanya sewaktu ia lahir, ia sangat diharapkan oleh bapaknya. Ia juga
menjadi idaman dan harapan bapaknya agar menjadi manusia yang baik sehingga ia
diberi nama Prita. Tapi nama itu terlalu berat, tak terdukung oleh gadis itu
yang menyebapkan Prita sakit keras setelah berumur enam belas tahun. Prita
dikeluarkan dari sekolah, waktu itu ia baru kelas dua esempe. Terlalu jauh
pikirannya untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah, otaknya sudah
digerogoti kuman-kuman penyakit. Kerjanya saat itu antara lain Cuma duduk
bermain-main dengan wayang. Kadang-kadang ia membentak orang yang bersepeda
melalui depan rumahnya. Sesudah itu, satu senyuman memenuhi wajahnya yang
lembut.
Di rumah Prita tak hendak diam menganggur. Dia mainkan wayang bapaknya, dan
paling dia hafal adalah lakon-lakon Ramayana. Cita-cita semua yang dikandung
ialah hendak menjadi penerbang. Seharian prita duduk saja di atas peti wayang
ketika dia mendengar bapaknya hendak menjual wayang itu. Dia kemudian menangis
di atas peti wayang dan mengeluarkan wayang satu-satunya yaitu wayang Jatayunya.
Akhirnya Jatayu tetap tergantung di rumah, di papan arah kepala amben tempat
tidur Prita. Pada injakan ke tingkat umur yang makin jauh dia juga seperti
manusia-manusia lain, merasakan rinduk ksih seorang sahabat. Mula-mula ia rindu
kepada kakanya yang sudah tiada, kemudian kepada setiap pem,uda yag lewat di
depan rumahnya.
Ada seseorang yang sangat memperhatikan dia. Satu sore, Prita keluar dari
rumah memakai celan tiga perempat warna hijau. Lalu degan suara keras, dia
membentak orang yang sedang berada di sana. Alangkah terkejutnya dia karena
orag itu adalah pemuda yang telah begitu sering berpandangan dengan dia. Sejak
itu prita dan pemuda itu saling dekat. Sang pemuda sering pula mengajak Prita
jalan-jalan atau bersepeda keluar kampung. Siang itu, Prita dan pemuda itu
berlindung di bawah atap gereja oleh serangan hujan. Prita merenung kejalan
besar. Tak ada kegelisaan yang membayangi wajahnya, air dan angin yang
mengabuti jalan itu tak menarik bagi mereka. Prita mengeluarkan suara bahwa ia
ingin terbang.
Akhir-akhir itu, Prita mengamati sebuah
benda yang dibawah oleh teman bapaknya skuter namanya. Tibah-tibah dia diserang
satu keinginan yang tak bisa lagi ditahaya, dia mau menaikinya. Segala keasikan
lain sudah dilepaskannya, dia tidak lagi peduli kepada Jatayu. Senjak gerimis
memenuhi hari itu, Prita memandang dengan mata yang selembut biasanya. Terpaku
pandangannya pada benda yang ada didepannya. Lalu berlahan tapi pasti tangannya
memegan kemudi sekuter. Bapak dan tamunya sedang minum kopi di srambi belakang.
Prita pura-pura diam di kamarnya. Prita sudah naik sekuter sudah berjalan
keluar kampung tanpa menoleh kepada siapapun yang ditemuinya dijalan.
Dia benar-benar bersikap tegak seperti juru terbang di belakang kemudi
pesawatnya, dia naik dan masi terus naik. Jalan yang lengang memberi keluasan
kepada Prita buat tetap bermimpi di atasa awa dan angin. Prita makin tak bisa
lagi menguasai kesadarannya, dan sambil berteriak ia mengatakan bahwa ia
terbang dan melayang di atas awan dan angin. Rumah-rumah serta warung-warung di
jalan bahwanya tanpka kecil. Pada desakan rasa yang tak tertahan lagi, prita
merentangkan kedua tangannya kemudian dilepaskan. Dia menirukan burung-burung
terbang betul-betul dengan sayap terentag kedua sisi. Tapi angin dari arah kiri
yang menyentuhya tiba-tiba membuat satu goyangan. Prita jatuh, pecah dan remuk
seluruh anggota tubuhnya seperti Jatayu jatuh kena senjata Rahwana. Jatayu masi
tetap tergantung di atas ambennya, menunggu buat bersama bermain. Tapi Prita
tak bangkit lagi. Dia mati seperti tokoh wayang yang dieratinya sejak kecil
mula. Gerimis terus turun hingga malam dan esoknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar