Judul Buku :
Monumen
Pengarang : Nh. Dini
Judul
Cerpen : Si Pencit
Terbitan : 2002
Jumlah
Halaman : 10
SINOPSIS
CERPEN
Gito menyeret kaki melangkahi tas, bungkusan dan kardus yang bergeletakan
dinatara tempat duduk. Seluruh terminal mulai mengenal bayangan Gito sejak awal
tahun. Gito anak Mak yang dikatakan jatuh dari perut dan diterima ke dalam
peluka Paryah. Mak meninggal ketika melahirkan Gito, Gito kemudian diasuh oleh
Paryah dan dia mejadi boneka dan satu-satunya yang tinggal dirumah. Enam
saudara lainnya terpencar menjadi buruh di kota.
Antara tetangga, dukun, Bapak dan Paryah, Gito tumbuh melewati bulan-bulan
petama. Merekalah yang menyusun campuran makanan bayi. Dukun pulalah yang
pertama mengetahui bahwa satu telapak kaki si anak tidak lurus mendatar.
Mula-mula rasa kecewa dan kecemasan mencekam hati Bapak dan Paryah. Tetapi
segera melumat oleh wajah Gito bocah yang selalu cerah. Dia terus tumbuh,
menjadi asuhan semua orang, termasuk dua saudaranya lelaki yang pulang dari
kota. Hari berlalu, gito mulai belajar berjalan. Tak sekilas pun dia tampak
terganggu oleh kakinya yang cacat. Lalu gito mendapat tambaha nama Pengkor
karena kelahirannya yang cepat tampa ada dukun.
Lalu tibahlah hari penemuan, Gito dapat duduk di atas pelana. Bumi yang
tidak rata bagi kaki cacat ternyata tidak merupakan masalah. Anak berumur
delapan tahun tumbuh pesat, dia meninggi dan meninggi mendahului umurnya dan
dia pun mendapat tambahan julukan Gito Pencit. Gito diajr mengerjaka segalanya.
Gito menjadi dewasa terlalu cepat, dia berkerja keras melakukan apa saja. Dan
sewaktu pulang membawa sisir, bedak buat Paryah tetapi ketika pulang diatidak menemukan
Paryah. Paryah kata Bapaknya terbujuk oleh kenalan dari pabrikdan dan dia
berangkat kemaluku sebagai tenaga kerja tani. Bapak terpaksa melepaskannya. Paryah
belum perna meninggalakan dusun dan baru kali itu Paryah meninggalkan
Gito. Gito memutuskan meninggalkan
perkerjaannya sebanagi tukang becak, selama setahun dia dikota dia semakin
mengertia apa itu kehidupan. Dan Gito berkaki tidak rata juga mengenal hakekat
pergaulan antara lelaki-perempuan. Di pasar kota, kalangannya memperkenalkan
dia kepada perempuan-perempuan yang bisa dijadikan pasangan sesaat tanpa
mempedulikan kakinya rata atau tiodak.
Sekarang dia tetap berada di pasar dari subuh hingga tengah hari. Jam tiga
atau setengah empat, Gito bangun mencari truk bisa ditumpangi menuju terminal.
Dia menjinjing kotak berisi aneka merek gula-gula dan minyak gosok. Inilah
kerjaannya di stasiun bis. Gito masuk ke dalam bis, Gito disuruh turun oleh
kernet bis dengan galak karena bisnya mau berjalan sambil menghina kaki Gito.
Kernet geram seakan-akan kejengkelannya hendak dilampiaskannya pada pintu.
Hari itu dia menedengar berita dari mulut ke mulut bahwa petugas pabrik
yang menjadi calo pekerja wanita ketahuan naik Colt jurusan Juana. Diseberang
ada seseorang yang melambai untuk mengajak Gito pulang. Gito turun ke aspal,
melenggang meliuk. Kotak dagangan tertekan ke dadanya. Matanya bersinar aneh.
Gigi-gigi digegatkan jangan sampai polisi mendahului menangkap orang itu, katanya
di dalam hati. Bagi Gito masalahnya adalah Paryah. Dengan gesit, Gitu naik bis
jurusan Rembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar