Judul
Buku :Antologi Cerpen dan
Puisi Daerah
Pengarang : Yayasan Obor Indonesia
Judul Cerpen :
Setiap Kali Kesini... Selalu Berurai Air Mata
Karya : Nasrul Sidik
Terbitan : 1999
Jumlah
Halaman : 151
Cetakan : 1
SINOPSIS
CERPEN
Cerita Setiap Kali Kesini Selalu Berurai Air Mata ini menceritakan kehidupan
dua orang pahlawan yang sudah meninggal dan mereka membicarakan tentang kehidupan
dan perjuangan mereka pada masa dahulu.
Awal cerita, ketika itu hujan gerimis, sedangkan hari telah pukul 2 tengah
malam. Pintu-pintu rumah telah lama ditutup, hening, sungguh-sungguh sunyi.
Cuma sesekali terdengar anjing melolong ditunggangi setan. Pukul dua tengah
malam di atas kuburan Taman Makam Pahlawan. Cahaya agak remang-remang. Terdengar
orang batuk-batuk dari arah pusara. Kemudian terlihat orang itu keluar dari
kuburan, yaitu Radjab namanya. Dia melihat kiri kanan. Lalu diambilanya sebuah
batu, dibela dan diketok-ketoknya kekuburan yang terbelintang disampingnya.
Kemudian orang tersebut memanggil dan membangunkan Pono yang ada dalam
pusra tersebut untuk diajak berbincang. Tetapi ponon tidak menjawab. Tak lama
kemudian keluarlah Pono yang keningnya bolong dan tangannya tinggal sebelah dan
dia duduk dengan selesa di atas pusarnya. Kemudian kedua orang tersebut
berbincang-bincang. Mereka menceritakan bahwa orang di dunia semakin sering
menyebut nama mereka. Terutama pada tanggal 10 November, yang merupakan hari
Pahlawan. Mereka beranggapan bahwa mereka dipuji-puji dengan kata-kata dn
pidato sekurang-kurangnya sekali setahun.
Si Pono dan Radjab mengingatkan ketika peristiwa hari pahlawan tahun yang
lewat, di mana mereka duduk berjuntai beramai-ramai sepanjang pagar, mereka
memperhatikan tingkah-laku yang hidup itu. Ada yang menangis, ada yang tertawa.
Tetapi belum semua orang di dunia yang bahagia, di Jakarta banyak orang
tidur di bawah jembatan, tetapi banyak pula yang mempunyai sedan dan berumah
bagus. Ada yang meminta-minta hanya untuk mendapatkan makanan, tetapi ada pula
yang bergelimang makanan dan berlimpah ruah. Sampai-sampai banyak yang terbuang
mubazir. Bagaimana lagi yang tidur di kaki lima, tidurlah. Yang dibawah
jembatan, kedinginanlah. Yang menangis, terus menangislah, yang tertawa terus
juga tertaw. Yang lapar terserah merekah, yang kenyang bertambah kenyang.
Bapak dan ibu kandung mereka. Adik-adik serta saudara yang ditinggalkan.
Yang hampir tiap bulan datang menjenguk mereka di sana, banyak yang melarat.
Mereka memakai baju compang-camping. tbanyak yang terbuang mubazir. Bagaimana
lagi yang tidur di kaki lima, tidurlah. Yang dibawah jembatan, kedinginanlah.
Yang menangis, terus menangislah, yang tertawa terus juga tertaw. Yang lapar
terserah merekah, yang kenyang bertambah kenyang.
Bapak dan ibu kandung mereka. Adik-adik serta saudara yang ditinggalkan.
Yang hampir tiap bulan datang menjenguk mereka di sana, banyak yang melarat.
Mereka memakai baju compang-camping. Tiap kali kesini, selalu berurai air mata.
Dan sayup-sayup di malam yang bertambah larut. Kemudian keduanya kembali masuk
ke tempat mereka masing-masing. Matahari hampir terbit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar